Lekuk Etis Komunikasi Kita
Di acara Larry King Live, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore mengungkapkan kegusarannya terhadap sepak
terjang media. Dia mengatakan bahwa ekspose berlebihan media soal kematian model Playboy, Ana Nicole Smith, telah
meminggirkan pesan-pesan yang lebih serius. Dia juga mengatakan bahwa saat ini batas antara hiburan dan berita
sudah mengabur.
Ini bukan hal yang baru. Apa yang dirasakan Al Gore sudah dirasakan pula oleh beberapa pakar komunikasi. McLuhann,
seorang filsuf komunikasi, menyengat dengan adagiumnya: "medium adalah pesan itu sendiri!"
Komunikasi sekarang bukan lagi berkutat pada kebenaran, melainkan praktik-praktik persuasi demi kuasa ekonomi dan
politik. Potret komunikasi yang memburuk ini mengundang pertanyaan, "Apakah etika komunikasi dimungkinkan dalam
epistem komunikasi yang menihilkan segala timbang nilai?"
Wajah komunikasi kita
Buku Etika Komunikasi yang disusun Haryatmoko, filsuf asal Yogyakarta, bertolak dari pertanyaan di atas. Haryatmoko
terlebih dahulu membongkar bentuk-bentuk dominasi dalam komunikasi media. Bentuk-bentuk dominasi tersebut
ditopang oleh logika industri yang mewujud dalam kekerasan simbolik, kekerasan yang menyiratkan persetujuan sang
korban.
Berita sebagai komoditas dipasok tanpa henti karena naluri konsumsi yang ada dalam diri konsumen. Ilustrasi berikut
bisa menerangkan pikiran itu. Konsumen kita adalah konsumen yang suka mengintip sehingga media tak henti-henti
memasok berita seputar skandal seks orang ternama.
Keternamaan membuat orang terpaksa memasang dua muka. Sebab itu, semakin alim seseorang, semakin tinggi nilai
berita skandal seks yang melibatkannya. Kamera tengah bergerilya memasuki kamar tidur kita.
Logika komunikasi adalah logika waktu pendek. Dalam musim teknologi informasi seperti saat ini, kecepatan saji
informasi menjadi sangat penting. Karena itu, prinsip pengorganisasian kerja semata mengutamakan tepat waktu,
ringkas, luwes, dan menguntungkan (halaman 29).
Momentum adalah segala-galanya. Turunan dari logika waktu cepat adalah mimetisme. Media tidak diberi waktu untuk
berpikir nilai dari suatu peristiwa. Logikanya mudah saja: ketika semua media meliput, maka itu pasti berita bagus. Maka,
berlomba-lombalah jurnalis cetak maupun elektronik mengepung satu peristiwa saat diketahui teman-temannya sudah di
lokasi.
Turunan lainnya adalah logika mode. Logika ini mendiskualifikasi masa lalu atas nama kekinian. Berdasarkan logika ini
apa yang disajikan mestilah spektakuler, sensasional, superfisial, dan keanekaragaman pesan. Diskusi-diskusi
kebudayaan di kampus-kampus tidak lagi menarik perhatian dibanding diskusi sensasional dengan tema "Menuju
Pemakzulan Presiden".
Beberapa pola pikir komunikasi di atas didirikan di atas altar pemujaan teknologi. Alih-alih berurusan dengan pesan itu
sendiri, media lebih berkutat dengan teknologi penyampaiannya.
Refleksi filsuf sosial Perancis, Jean Baudrillard, dipinjam Haryatmoko untuk menjelaskan gejala ini. Baudrillard
mengatakan bahwa pesan yang sebenarnya bukan isi yang mengungkapkan suara, melainkan skema yang dikaitkan
dengan esensi teknik media itu sendiri (halaman 27).
Mudahnya, kita terayu oleh iklan bukan karena pesan "Ayo membeli rokok ini!", tetapi teknik penyuntingan yang
mengonfigurasi tanda-tanda yang tak merujuk dunia. Salah satu iklan rokok, misalnya, tidak pernah memunculkan figur
orang yang sedang merokok. Apa yang ditampilkannya adalah kombinasi tanda-tanda maskulinitas seperti gurun, jip,
dagu tak bercukur, dan burung pemakan bangkai.
Etika komunikasi
Epistem komunikasi yang bercorak nirmoral membuat etika komunikasi seperti perempuan di sarang penyamun. Dedy N
Hidayat, Ketua Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi UI, bahkan menyebutnya oxymoron. Etika di sini dipahami
sekadar bertolak dari niat baik dan tanggung jawab subyek.
Seolah semua jurnalis akan serta-merta menyadari fungsi sosialnya dan menolak tekanan pemodal setelah dikhotbahi
dua jam penuh oleh etikawan komunikasi macam Haryatmoko. Haryatmoko menyadari kelemahan pengertian etika
sedemikian. Ia mengatakan bahwa etika komunikasi tidak hanya berhenti pada masalah perilaku aktor komunikasi,
melainkan berhubungan juga dengan pratik institusi, hukum, komunitas, struktur sosial, politik, dan ekonomi (halaman 43).
Namun, Haryatmoko tidak lantas mengabaikan dimensi subyek dalam etika komunikasi. Haryatmoko pun mengelaborasi
tiga prinsip yang termuat dalam dimensi subyek etika komunikasi.
Ketiganya adalah (a) hormat dan perlindungan atas hak warga negara akan komunikasi dan sarana yang perlu untuk
mendapatkannya; (b) hormat dan perlindungan atas hak individual lain dari warga negara; dan (c) menjaga harmoni
masyarakat. Ketiganya adalah prinsip deontologi jurnalisme yang oleh Haryatmoko dianggap penting untuk mempertajam
makna tanggung jawab.
Persoalannya, seperti telah dikemukakan di atas, ketajaman tanggung jawab tanpa regulasi yang mengorganisasinya
bisa justru memupuskannya. Aristoteles berpandangan sistem menatah karakter. Sistem kapitalisme media menatah
karakter profesional para pelaku media sebagai pengejar kebaruan, bukan keberpihakan.
Ini membuat pelaku media sulit untuk berpegangan pada deontologi jurnalisme. Kesalahan pun ditunjuk pada hidung
sistem yang berlaku. Jurnalis berkilah, "Saya cuma mengikuti petunjuk manajemen." Habis perkara.
Memang "regulasi" bukan kata kesukaan para pelaku media. Mereka berpendapat bahwa semua upaya regulasi adalah
pembunuhan perlahan terhadap kebebasan informasi. Dilema itu menantang etika komunikasi untuk menemukan
artikulasi yang tepat guna menyelesaikannya.
Haryatmoko menerima tantangan itu dengan merumuskan dua dimensi etika komunikasi lainnya, yakni dimensi sarana
dan dimensi tujuan. Dimensi sarana menuntut dua prinsip normatif, yakni keadilan dan kesetaraan memperoleh status
yuridis. Segala perundang-undangan mesti mampu menjadi pengawas dan pengontrol guna mencegah penyalahgunaan
dan ketidakadilan.
Amerika Serikat, misalnya, memiliki hukum yang sangat keras terhadap "kampanye hitam" melalui media. Rentang waktu
yang disediakan media untuk iklan politik dibatasi. Bahkan, jumlah sumbangan untuk beriklan pun diatur. Itu semua guna
memastikan bahwa setiap suara memiliki peluang yang sama untuk memengaruhi proses-proses publik.
Dimensi sarana (regulasi) bertalian erat dengan dimensi tujuan. Tujuan etika komunikasi adalah mewujudkan hidup
demokratis yang terbuka dan etis. Konsekuensinya, situasi komunikasi publik mesti mengambil bentuk apa yang
dikatakan Habermas sebagai situasi ujaran ideal, sebuah situasi komunikasi yang minim dominasi dan koersi.
Dalam terang pikiran seperti itu, regulasi publik terhadap media mesti digulirkan. Regulasi publik mesti berpatokan pada
pemisahan tegas antara kebebasan pers dan kebebasan untuk berekspresi. Kebebasan pers dimengerti dalam skema
fungsi publik, yakni memperjuangkan hak-hak demokratis, sementara kebebasan untuk berekspresi merupakan hak
dasar yang melekat pada individu dan kental sisipan politik.
Regulasi publik melindungi hak demokratis dari dominasi kebebasan berekspresi politik tertentu. Media mesti dihukum
ketika terus-menerus menyiarkan propaganda yang menyudutkan kelompok minoritas. Ini mesti dilakukan dengan tegas
karena logika mode membuat media terus-menerus meloloskan suara-suara radikal.
Sensasionalitas telah mengalahkan komitmen publik media terhadap hak demokratis warga negara. Regulasi mesti
dalam bahasa Haryatmoko, "memperluas lingkup kebebasan" dengan menekan manipulasi, pengondisian dan dominasi
ke titik nol.
Hak demokratis bukan sekadar hak sipil politik, melainkan juga sosial ekonomi, dan budaya. Sebab itu, logika ekonomi
media tidak bisa dibiarkan melepaskan diri dari logika sosial.
Keniscayaan pertautan tersebut dipastikan lewat campur tangan negara melalui regulasi. Ini karena, kalau dicermati,
hampir 70 persen berita yang ada sekarang berkisar pada kehidupan selebriti, kekerasan, pornografi, dan politik harian.
Secarik catatan
Jarang kita menyaksikan laporan pandangan mata terhadap kondisi pengungsi korban lumpur Lapindo di Sidoarjo yang
semakin memprihatinkan. Sebuah televisi swasta yang menyandang nama "pendidikan" pun sekarang disesaki oleh
acara selebriti, mulai dari kontes dangdut sampai pemilihan dai cilik.
Pada dimensi sarana dan tujuan, refleksi Haryatmoko soal etika komunikasi memperoleh relevansi kekiniannya. Etika
komunikasi yang bertumpu pada dimensi subyek, sarana dan tujuan berfungsi menyelamatkan nasib demokrasi dari
kolonialisme uang dan kuasa, gejala yang menguat pada beberapa dekade belakangan ini.
Saya patut mengangkat topi tinggi-tinggi pada pencapaian ini. Kalaupun ada kelemahan, itu terletak pada teknik
penyampaian. Sebuah buku filsafat terapan yang berorientasi pada publik yang luas mesti rela mengorbankan sedikit
rigoritas filosofis demi keterpahaman, sementara uraian Haryatmoko tentang pikiran Baudrillard (halaman 26-27) sangat
rigoris, tetapi menuntut ketabahan tersendiri untuk memahaminya.
Memang, refleksi filosofis bukan kemewahan yang bisa dinikmati semua orang, terutama para praktisi. Apa pun, buku ini
tetap layak dibaca oleh siapa saja, mulai dari akademisi, praktisi, politisi, sampai awam yang ingin mengetahui lekuk
tubuh perempuan di sarang penyamun bernama "etika komunikasi". Selamat meraba!
Donny Gahral Adian Dosen Filsafat Universitas Indonesia
Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0706/11/pustaka/3588343.htm
PRINSIP-PRINSIP DASAR KOMUNIKASI
Jan 28, '08 1:23 AM
for everyone
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hisup bersama antar manusiaakan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi yang mempengaruhinya.
Komunikasi dapat terjadi pada siapa saja, baik antar guru dengan muridnya, orangtua dengan anaknya, pimpinan dengan bawahannya, antara sesama karyawan dan lain sebagainya. Melakukan komunikasi merupakan bagian terpenting dari semua aktivitas, agar timbul pengertian dalam menyelesaikan tugas masing-masing.
Komunikasi merupakan proses penyampaian ide, pemikiran, pendapat dan berita ke suatu tempat tujuan serta menimbulkan reaksi umpan balik.
Agar komunikasi berjalan efektif harus memenuhi prinsip-prinsip dasar komunikasi; hal inilah yang akan penulis uraikan pada bab selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PRINSIP-PRINSIP DASAR KOMUNIKASI
A. Pengertian Komunikasi
Sebelum kita memahami bagaimana prinsip-prinsip dasar komunikasi lebih jauh, kita perlu terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi itu sendiri.
1. Menurut Bahasa
Kata komunikasi berasal dari bahasa Inggris “Communicate” artinya menghubungkan, berhubungan dengan.”[1]
2. Menurut Istilah
Adapun pengertian komunikasi menurut istilah yaitu:
a. Pengertian komunikasi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerwadarminta mengatakan bahwa komunikasi itu adalah perhubungan oleh pihak ketiga.[2]
b. Pengertian komunikasi menurut Ensiklopedia adalah penyelenggaraan tata hubungan kegiatan menyampaikan warta, dari satu pihak ke pihak lain dalam suatu organisasi/instansi.[3]
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian berita dari suatu pihak ke pihak lain dengan mempergunakan suatu sarana untuk mendapatkan saling pengertian antara kedua belah pihak.
B. Prinsip-prinsip Dasar Komunikasi
Adapun prinsip-prinsip dasar komunikasi itu antara lain :
1. Adanya Proses Komunikasi
Apakah biasanya yang terjadi jika suatu proses komunikasi sedang berlangsung berikut ini adalah beberapa contoh kejadian yang oleh hampir tiap orang dinyatakan sebagai komunikasi.
a. Seorang anak kecil menangis di tengah malam mencari ibunya.
b. Seorang pengendara mobil menyembunyikan tuter (klakson) memperingatkan seorang penjalan kaki agar minggir.
c. Nyala lampu lalu lintas berubah dari hijau ke merah.
d. Seekor kucing mengeong karena ada kucing lain yang mau merebut ikan.
Dalam semua contoh di atas, pihak-pihak yang berpartisipasi atau dengan kata lain yang turut mengambil bagian dalam proses komunikasi, saling memanfaatkan atau berbagi informasi. Unsur dasar dalam komunikasi adalah informasi.
Proses yang mendasar dalam komunikasi adalah penggunaan bersama atau dengan kata lain ada yang memberi informasi (mengirim) dan ada yang menerima informasi. Penggunaan bersama di sini tidak harus yang memberi dan yang menerima harus saling berhadapan secara langsung akan tetapi bisa melalui media lain, seperti tulisan, isyarat, maupun yang berupa kode-kode tertentu yang bisa dipahami.
Kesimpulannya, bahwa dalam proses komunikasi, pihak-pihak peserta dalam komunikasi menciptakan pesan-pesan yang berupa informasi bisa berbentuk pola, isyarat ataupun simbol, dengan harapan akan mengutarakan suatu makna tertentu bagi peserta-peserta lain (penerima).
2. Makna yang Dikandung Pesan
Dalam bagian sebelum ini, pesan dibahas sebagai suatu kumpulan pola-pola isyarat-isyarat atau simbol-simbol, baik pola, isyarat maupun simbol itu sendiri tidak mempunyai makna, karena hanya berupa perubahan-perubahan wujud perantara yang berguna untuk komunikasi.
Makna adalah balasan terhadap pesan. Kita sudah mengetahui bahwa suatu pesan itu terdiri dari isyarat-isyarat atau simbol-simbol yang sebenarnya tidak mengandung makna. Makna baru timbul, jika ada seseorang yang menafsirkan isyarat atau simbol bersangkutan dan berusaha memahami artinya. Dari segi psikologis, isyarat atau simbol bertindak selaku perangsang untuk membangkitkan balasan di pihak penerima pesan.
Adapun makna balasan itu terbagi dua, yaitu :
a. Makna Penegas
Makna penegas adalah sejenis balasan yang menamakan atau menggambarkan objek yang ditujukan oleh suatu isyarat tertentu. Makna penegas mengenali, menunjuk dan memisahkan sesuatu. Misalnya : kursi. Kursi bukan meja, kursi bukan orang, kursi bukan rumah.
Isyarat dari masing-masing objek ini menonjolkan dan membedakannya dari objek lainnya. Inilah yang dilakukan oleh makna penegas.
b. Makna Tambahan
Makna tambahan adalah sejenis balasan dari segi perasaan, yang menyebabkan timbulnya reaksi terhadap suatu isyarat tertentu dengan perasaan takut, yakin, tidak senang dan sebagainya. Reaksi ini terpisah dari gambaran yang timbul dalam pikiran.
3. Menuju Suatu Model Proses Komunikasi yang Umum dan Memusat
Ada tiga model dalam proses komunikasi, yaitu :
a. Model Umpan Balik
Istilah “umpan balik” sering dipergunakan bagi informasi yang didapat kembali oleh sumber dari penerima tujuan “umpan balik” ini adalah guna menilai pengaruh pesannya atau untuk melihat sampai seberapa jauhkah si penerima memahami makna yang ada pada diri sumber mengenai pesan yang digunakan bersama. Umpan balik ini dapat berupa wajah penerima yang kelihatan bingung atau berupa pulangnya kembali seorang pasien dalam waktu satu bulan ke klinik, mengikuti petunjuk untuk mendapatkan satu seti pil anti hamil lagi. Kadang-kadang “umpan balik” terlambat sekali datangnya. Misalnya jika pasien baru datang kembali beberapa bulan keudian, tetapi dalam keadaan hamil kebali. Kadang-kadang sama sekali tidak terdapat umpan balik atau kalaupun datang sudah tidak berguna lagi; misalnya jika bom ang hendak diamankan meletus ketika sumbu ledaknya dicabut.
Jika pihak yang diajak berkomunikasi tidak atau kurang memahami maksud kita, susunlah sandi yang mirip dengan masalah tetapi berlainan wujudnya, agarjangan sampai pemahamannya tidak memencar.
b. Model Timbal Balik
Pada model timbal balik, proses komunikasi tidak hanya terbatas pada penerimaan sumber terhadap informasi mengenai pengaru pesannya (umpan-balik) pada diri penerima. Proses komunikasi ini tidak terhenti sesudah umpan balik, melainkan berbalik kembali ke peserta pertama. Dan pihak pertama ini menyusun pesan yang baru lagi. Jadi ingkarannya berulang kembali.
c. Model Komunikasi yang Memusat
Model komunikasi yang memusat, mirip wujudnya dengan model dua tahap, akan tetapi pada model komunikasi yang memusat perubahan arah yang diambil oleh peserta-peserta bergerak melingkar dan adanya pengertian bersama sebagai hasil akhir dala proses komunikasi. Di sini, pengertian bersama diperlakukan sebagai arah yang ideal atau sebagai hasil akhir yang ideal dalam proses komunikasi.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian berita dari suatu pihak ke piak lain dengan mempergunakan suatu sarana untuk mendapatkan saling pengertian antara kedua belah pihak.
2. Prinsip-prinsip Dasar Komunikasi, yaitu :
a. Adanya proses komunikasi.
b. Makna yang dikandung pesan.
c. Menuju suatu model proses komunikasi yang umum dan memusat.
3. Adapun makna balasa itu terbagi dua, yaitu:
a. Makna penegas.
b. Makna tambahan.
4. Ada tiga model dalam proses komunikasi, yaitu :
a. Model umpan balik.
b. Model timbal balik.
c. Model komunikasi yang memusat.
B. Saran
Dalam menyampaikan informasi harus memperhatikan lawan bicara atau penerima informasi, baik dari segi usia, pengetahuan, situasi dan kondisi waktu penyampaiannya, agar dengan begitu pesan atau informasi yang kita sampaikan mendapat balasan yang positif dan memusat.
DAFTAR PUSTAKA
Baraba, Faiz, CS, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Surabaya, Indah, 1994.
Karyono, Hari, Etika Komunikasi, Bandung: Angkasa, 1995.
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1985.
Sehramm, D. Lawrence Kincaid dan Wilbul, Asas-asas Komunikasi Antar Manusia, Penerjemah Agus Setiadi, Jakarta. LP3ES, 1977.
Shadily, Hasan, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta, Inchisar Baru van Hoeve, 1982.
Membongkar Ideologi Di Balik Penulisan Berita Dengan Analisa Framing
PENDAHULUAN
Kehadiran surat kabar merupakan pengembangan suatu kegiatan yang sudah lama berlangsung dalam dunia diplomasi dan di lingkungan dunia usaha. Surat kabar pada masa awal ditandai oleh wujud yang tetap, bersifat komersial (dijual secara bebas), memiliki beragam tujuan (memberi informasi, mencatat, menyajikan adpertensi, hiburan, dan desas-desus), bersifat umum dan terbuka.
Surat kabar lahir di abad tujuh belas di mana sudah terdapat pemisahan yang jelas antara surat kabar pemerintah dan surat kabar komersial. Namun, surat kabar pemerintah lebih sering dijadikan corong penguasa saat itu. Hal ini berbeda dengan surat kabar komersial. Pengaruh surat kabar komersial merupakan tonggak penting dalam sejarah komunikasi karena lebih menegaskan perannya dalam pelayanan masyarakat dan buka sebagai terompet penguasa.
Sejak awal perkembangannya surat kabar telah menjadi lawan yang nyata atau musuh penguasa mapan. Secara khusus, surat kabar pun memiliki persepsi diri demikian. Citra pers yang dominan dalam sejarah selalu dikaitkan dengan pemberian hukuman bagi para pengusaha percetakan, penyunting dan wartawan, perjuangan untuk memperoleh kebebasan pemberitaan, pelbagai kegiatan surat kabar untuk memperjuangkan kemerdekaan, demokrasi, dan hak kelas pekerja, serta peran yang dimainkan pers bawah tanah di bawah penindasan kekuatan asing atau pemerintahan diktator. Penguasa mapan biasanya membalas persepsi diri surat kabar yang cenderung tidak mengenakan dan menegangkan bagi kalangan pers.
Terlepas dari adanya kemunduran besar, sejarah juga mencatat adanya kemajuan yang pesat dan menyeluruh dalam rangka mewujudkan kebebasan mekanisme kerja pers. Kemajuan itu kadangkala menimbulkan sistem pengendalian yang lebih ketat terhadap pers. Pembatasan hukum menggantikan tindak kekerasan, termasuk penerapan beban fiskal. Dewasa ini, institusionalisasi pers dalam sistem pasar berfungsi sebagai alat pengendali sehingga surat kabar modern sebagai badan usaha besar justru menjadi lebih lemah dalam menghadapi semakin banyak tekanan dan campur tangan.
Lebih dari itu, penyampaian sebuah berita ternyata menyimpan subjektivitas penulis. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan objektivitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologis/latar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh di lapangan.
Misalnya, analisis tentang Ekonomi Pancasila. Ekonom yang memiliki ideologi sosialis akan menulis dengan analisis yang dibumbui ideologinya. Demikian pula dengan penulis yang memiliki latar belakang kapitalis. Meskipun keduanya memiliki data-data yang sama, tapi hasil analisis keduanya pasti akan memiliki cita rasa ekonomi sosialis dan kapitalis.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah analisis tersendiri terhadap isi berita sehingga akan diketahui latar belakang seorang penulis dalam menulis berita. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap pembaca itu sendiri. Pembaca akan lebih memahami mengapakah seorang penulis (atau institusi pers: Kompas, Republika, Jawa Pos, dan lain-lain) menulis berita sehingga seminimal mungkin menghindari terjadinya respon yang reaksional. Pembaca tidak akan fanatik terhadap salah satu institusi pers dengan alasan ideologi. Artinya, masyarakat akan lebih dewasa terhadap pers.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menganalisa berita, yaitu analisis isi (content analysis), analisis bingkai (frame analysis), analisis wacana (disccourse analysis), dan analisis semiotik (semiotic analysis). Semuanya memiliki tujuan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan target pelaku analisis.
PEMBAHASAN
Analisis bingkai (frame analysis) berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menunjukkan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman kita terhadap sebuah peristiwa. Dalam mempelajari media, analisis bingkai menunjukan bagaimana aspek-aspek struktur dan bahasa berita mempengaruhi aspek-aspek yang lain. (Anonimous, 2004:–). Analisis bingkai merupakan dasar struktur kognitif yang memandu persepsi dan representasi realitas. (King, 2004:–). Menurut Panuju (2003:1), frame analysis adalah analisis untuk membongkar ideologi di balik penulisan informasi.
Disiplin ilmu ini bekerja dengan didasarkan pada fakta bahwa konsep ini bisa ditemui di berbagai literatur lintas ilmu sosial dan ilmu perilaku. Secara sederhana, analisis bingkai mencoba untuk membangun sebuah komunikasi bahasa, visual, dan pelaku dan menyampaikannya kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisa bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis.
Beberapa model analisa bingkai telah dikembagkan:
1. Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Model ini membagi struktur analisis menjadi empat bagian:
a. Sintaksis adalah cara wartwan menyususn berita.
Struktur sintaksis memiliki perangkat:
1. Headline merupakan berita yang dijadikan topik utama oleh media
2. Lead (teras berita) merupakan paragraf pembuka dari sebuah berita yang biasanya mengandung kepentingan lebih tinggi. Struktur ini sangat tergantung pada ideologi penulis terhadap peristiwa.
3. Latar informasi
4. Kutipan
5. Sumber
6. Pernyataan
7. Pentup
b. Skrip adalah cara wartawan mengisahkan fakta.
Struktur skrip memfokuskan perangkat framing pada kelengkapan berita:
1. What (apa)
2. When (kapan)
3. Who (siapa)
4. Where (di mana)
5. Why (mengapa)
6. How (bagaimana)
c. Tematik adalah cara wartawan menulis fakta.
Struktur tematik mempunyai perangkat framing:
1. Detail
2. Maksud dan hubungan kalimat
3. Nominalisasi antar kalimat
4. Koherensi
5. Bentuk kalimat
6. Kata ganti
Unit yang diamati adalah paragraf atau proposisi
d. Retoris adalah cara wartawan menekankan fakta.
Struktur retoris mempunyai perangkat framing:
1. Leksikon/pilihan kata
Perangkat ini merupakan penekanan terhadap sesuatu yang penting.
2. Grafis
3. Metafor
4. Pengandaian
Unit yang diamati adalah kata, idiom, gambar/foto, dan grafis
2. Model William A. Gamson dan Andre Modigliani
Model ini membagi struktur analisis menjadi tiga bagian:
a. Media package merupakan asumsi bahwa berita memiliki konstruksi makna tertentu.
b. Core frame merupakan gagasan sentral.
c. Condnsing symbol merupakan hasil pencermatan terhadap perangkat simbolik (framing device/perangkat framing dan reasoning device/perangkat penalaran).
Perangkat framing terbagi menjadi lima bagian:
a. Methaphors adalah perumpamaan dan pengandaian
b. Catcphrase adalah perangkat berupa jargon-jargon atau slogan.
c. Exemplaar adalah uraian untuk membenarkan perspektif.
d. Depiction adalah leksikon untuk melabeli sesuatu.
e. Visual image adalah perangkat dalam bentuk gambar, grafis dan sebagainya.
Perangkat penalaran terbagi menjadi tiga bagian:
a. Root merupakan analisis kausal atau sebab akibat.
b. Appeals to principle merupakan premis dasar, klaim-klaim moral.
c. Consequence merupakan efek atau konsekuensi.
Media Frames dan Individual Frames
Media frames (framing media) telah didefinisikan oleh Tuchman dalam Scheufele (1999:106) bahwa framing berita mengorganisasikan realitas berita setiap hari. Framing media juga mencirikan sebagai kerja jurnalis untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan informasi secara cepat dan menyampaikan secara capat kepada para pembaca. Kegiatan framing merupakan kegiatan penyeleksian beberapa aspek dari realita dan membuatnya lebih penting dalam sebuah teks. Selain itu lebih berperan dalam penyelesaian dan pemehaman definisi dari permasalahan, interpretasi sebab akibat (kausal), evaluasi moral, dan rekomendasi metode-metode selanjutnya. Kegiatan framing, penyajian peristiwa dan berita mampu memberikan pengaruh yang sistematis tentang metode agar penerima berita mengerti.
Individual frames (framing individu) didefinisikan sebagai kegiatan penyimpanan ide yang membimbing proses informasi secara individu. (Entman dalam Scheufele, 1999:107). Framing jenis ini maupun sebelumnya dapat digunakan sebagai kegiatan interpretasi dan proses informasi.
Analisa Framing sebagai Variabel Bebas dan Terikat
Studi tentang analisa framing sebagai variabel terikat telah mencoba peran dan beberapa faktor dalam mempengaruhi kreasi dan modifikasi framing. Pada tingkat media, seorang wartwan melakukan analiasa framing dari sebuah isu yang dapat dipengaruhi beberapa variabel organisasi atau sosio-kultur, serta sifat individu dan variabel ideologis. Pada tingkat audien (penerima berita), framing sebagai variabel terikat lebih banyak diterapkan sebagai hasil langsung dari media massa membingkai sebuah isu.
Studi tentang analisa framing sebagai variabel tak terikat lebih banyak ditarik ke dalam efek framing. Dalam kasus media frames, hasil logisnya adalah sebuah penghubung terhadap framing audien. Dalam kasus individual frames, apakah analisa framing yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi evaluasi isu atau aktor politik? Apakah analisa framing itu juga memiliki dampak terhadap kemauan mereka untuk berperan aktif dalam aksi dan partisipasi politik?
Tipologi Framing
Tipologi ini dapat diarahkan ke dalam tiga orientasi. Pertama, orientasi terhadap konsep framing itu sendiri dan hubungan antara framing dan variabel lainnya. Kedua, tipologi harus menyediakan informasi tentang jawaban-jawaban dari pertanyaan dalam penelitian framing.
1. Apabila dipakai orientasi media frames sebagai variabel terikat, kita seharusnya menanyakan:
A. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jalan seorang wartawan atau kelompok sosial lainnya menulis/menganalisis sebuah isu?
B. Bagaimana proses ini bekerja dan sebagai hasilnya, kemasan seperti apakah (bingkai) yang digunakan oleh wartawan?
2. Apabila digunakan orientasi media frames sebagai variabel bebas, kita seharusnya menanyakan:
C. Media frames jenis apa yang mempengaruhi persepsi para audien terhadap isu-isu tertentu dan bagaimana proses itu bekerja?
3. Apabila digunakan orientasi individual frames sebagai variabel bebas, kita seharusnya menanyakan:
D. Seberapa jauh audien mampu memainkan peran aktif dalam membangun pemahaman/persepsi dan penolakan terhadap media?
4. Apabila digunakan orientasi individual frames sebagai variabel terikat, kita seharusnya menanyakan:
E. Sejauh mana analisis framing seseorang mempengruhi persepsinya terhadap suatu isu?
Ketiga, tipologi ini masih terus dikaji untuk mendapatkan pemahaman bersama mengenai konsep framing.
Model Proses Framing
Proses analisis ini dibagi menjadi empat bagian.
A. Frame Bulding (Bangunan Bingkai/Frame)
Studi-studi ini mencakup tentang dampak faktor-faktor seperti pengendalian diri terhadap organisasi, nila-nilai profesional dari wartawan, atau harapan terhadap audien terhadap bentuk dan isi berita. Meskipun demikian, studi tersebut belum mampu menjawab bagaimanakah media dibentuk atau tipe pandangan/analisis yang dibentuk dari proses ini. Oleh karena itu, diperlukan sebuah proses yang mampu memberikan pengaruhnya terhadap kreasi atau perubahan analisa dan penulisan yang diterapkan oleh wartawan.
Frame bulding meliputi kunci pertanyaan: faktor struktur dan organisasi seperti apa yang mempengaruhi sistem media, atau karakteristik individu wartawan seperti apa yang mampu mempengaruhi penulisan sebuah berita terhadap peristiwa.
Gans, Shoemaker, dan Reeses menyarankan minimal harus ada tiga sumber-sumber pengaruh yang potensial. Pengaruh pertama adalah pengaruh wartawan. Wartawan akan lebih sering membuat konstruksi analisis untuk membuat perasaan memiliki akan kedatangan informasi. Bentuk analisa wartawan dalam menulis sebuah fenomena sangat dipengaruhi oleh varibel-variabel, seperti ideologi, perilaku, norma-norma profesional, dan akhirnya lebih mencirikan jalan wartawan dalam mengulas berita.
Faktor kedua yang mempengaruhi penulisan berita adalah pemilihan pendekatan yang digunakan wartwan dalam penulisan berita sebagai konsekuensi dari tipe dan orientasi politik, atau yang disebut sebagai “rutinitas organisasi”. Faktor ketiga adalah pengaruh dari sumber-sumber eksternal, misalnya aktor politik dan otoritas.
B. Frame setting (Pengkondisian Framing)
Proses kedua yang perlu diperhatikan dalam framing sebagai teori efek media adalah frame setting. Para ahli berargumen bahwa frame setting didasarkan pada proses identivikasi yang sangat penting. Frame setting ini termasuk salah satu aspek pengkondisian agenda (agenda setting). Agenda setting lebih menitikberatkan pada isu-isu yang menonjol/penting, frame setting, agenda setting tingkat kedua, yang menitikberatkan pada atribut isu-isu penting. Level pertama dari agenda setting adalah tarnsmisi objek yang penting, sedangkan tingkat kedua adalah transmisi atribut yang penting.
Namun, Nelson dalam Scheufele (1999:116) menyatakan bahwa analisa penulisan berita mempengaruhi opini dengan penekanan nilai spesifik, fakta, dan pertimbangan lainnya, kemudian diikuti dengan isu-isu yang lebih besar, nyata, dan relevan dari pada memunculkan analisa baru.
C. Individual-Level Effect of Farming (Tingkat Efek Framing terhadap Individu)
Tingkat pengaruh individual terhadap seseorang akan membentuk beberapa variabel perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya telah dilakukan dengan manggunakan model kota hitam (black-box model). Dengan kata lain, studi ini terfokus pada input dan output, dan dalam kebanyakan kasus, proses yang menghubungkan variabel-variabel kunci diabaikan.
Kebanyakan penelitian melakukan percobaan pada nilai keluaran framing tingkat individu. Meskipun telah memberikan kontribusi yang penting dalam menjelaskan efek penulisan berita di media dalam hubungannya dengan perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya, studi ini tidak mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa dua variabel dihubungkan satu sama lain.
D. Journalist as Audience (Wartawan sebagai Pendengar)
Pengaruh dari tata mengulas berita pada isi yang sama dalam media lain adalah fungsi beragam faktor. Wartawan akan lebih cenderung untuk melakukan pemilihan konteks. Di sini, diharapkan wartawan dapat berperan sebagai orang yang mendengarkan analisa pembaca sehingga ada timbal balik ide. Akibatnya, analisa wartawan tidak serta merta dianggap paling benar dan tidak terdapat kelemahan.
Questioning Answers or Answering Questioning (Menjawab Pertanyaan atau Mempertanyakan Jawaban)?
Perkembangan efek media, konsep pengulasan sebuah peristiwa masih jauh dari apa yang sedang diintegrasikan dalam sebuah model teoritis. Hasilnya, sejumlah pendekatan framing dikembangkan tahun-tahun terakhir, namun hasil perbandingan empiris masih jauh dari apa yang diaharapkan. Oleh karena itu, penelitian masa depan harus mampu menggabungkan penemuan-penemuan masa lalu ke dalam sebuah model dan mampu mengisi kekurangan yang ada sehingga diperoleh model framing yang sempurna.
Framing sebagai teori efek media membutuhkan konsep proses model dari pada terfokus pada input dan output. Oleh karena itu, penilitian masa depan harus mengakomodasi empat kunci di atas. Model proses diharapakan menjadi acuan kerja masa depan yang secara sistematis mampu memberikan pemecahan terhadap isu-isu framing dan melakukan pendekatan detail dalam teori yang koheren.
Tulisan ini diambil dari Sumber :
www.oke.or.id/tutorial/kapita.doc
DAFTAR RUJUKAN
Anonimous. 2004. Methods for Media Analysis. www.lboro.com
Utomo, Mochtar W. 2003. Perbandingan Content Analysis, Framing Analysis, Discourse Analysis, dan |Semiotic Analysis. Makalah. Surabaya: Universitas dr. Sotomo.
Panuju, Redi. 2003. Framing Analysis. Makalah. Surabaya: Universitas dr. Sotomo.
Scheufele, Dietram A. 1999. Framing as Theory of Media Effect. Makalah. International Communication Assosiation.
Ditulis dalam Komunikasi | Tag: Analisa Bingkai, Analisa Framing, Penelitian Komunikasi
« Mengapa Karya Tulis Ilmiah Ditolak?
Agenda Setting Media »
Tanggapan
1.
lengkap bgt y framing nya… bisa saya jadiin referensi…kbetulan sy lg buat tugas akhir. ky nya pake framing tp masih bingung judulnya….
sekalian konsultasi aja ya boss…
rencana nya saya mo ngangkat masalah tentang pemberitaan PERSIB di suratkabar pikiran rakyat yang menurut saya terlalu berlebihan. setiap pemberitaan PERSIB terutama susai PERSIB bertanding biasanya berita tersebut selalu disimpan di hal depan. padahal setahu saya pemberitaan media itu harus seimbang dan lebih pada posisi netral??
pertanyaanya,
1. menurut anda apakah masalah yang akan saya angkat bisa sijadikan penelitian mengguana analisa framing? atau sebaiknya seperti apa?
2. barang kali ada ide atau masukan judul dari masalah yang saya angkat, soalnya saya masing bingung judul yang tepat untuk masalah ini.
Tnx b4.
..::dos::..
pada dasarnya setiap pemberitaan (sebuah peristiwa) di media dapat dianalisis dan dijadikan bahan penelitian, termasuk juga Pemberitaan PERSIB bisa dijadikan bahan penelitian dengan menggunakan analisis framing, karena pada dasarnya setiap pemberitaan seperti menurut
G.J. Aditjondro (sudibyo,199b:165 dalam Sobur, 2006:165) bahwa analisis framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokan secara halus, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu…..
untuk lebih lengkapnya bisa dilihat sumber pustaka analisis teks media, Alex Sobur, PT Remaja RosdaKarya.
Kajian Teoritis Komunikasi Virtual
( Internet dalam Prespektif Ilmu Komunikasi)
Oleh : Edwi Arief Sosiawan, SIP. M.Si
Pendahuluan
Saat internet muncul pada penghujung abad ke 21, pengguna internet dan
masyarakat luas masih meng-identi-kan internet sebagai perkembangan teknologi
komputer atau “internet is tools not medium”. Anggapan inipun tidak menjadi hilang
manakala booming fasilitas internet (e-mail, chatting dan browser) digunakan oleh
banyak orang untuk berkomunikasi. Sisi ilmu komunikasipun nampaknya gagap dan
bingung untuk memahami dan melihat fenomena internet ke dalam kajian konsep dan
teori. Uniknya lagi, internet ternyata bukan sekedar menjadi alternatif media komunikasi
saja, tetapi juga ikut membentuk pola-pola komunikasi baru. Bentuk atau pola
komunikasi baru tersebut antara lain; sifat komunikasi bermedia berubah menjadi
komunikasi yang interaktif, sifat komunikasi tidak lagi selalu synchronorous tetapi dapat
pula bersifat asynchronorous, jarak ruang, waktu antara pengirim dan penerima pesan
menjadi keniscayan untuk semakin tipis, serta konteks komunikasi berlangsung dalam
dunia maya (virtual).
Sampai saat ini tidak banyak yang mengkaji internet dalam prespektif ilmu
komunikasi atau bahkan sebagai media komunikasi. Popularitas artikel dan publikasi
ilmiahnya tenggelam di tengah keasyikan dan euforia fungsi dan peranannya sebagai
suatu jaringan multi media. Bahkan, kontroversi meng-kategorikan internet sebagai
media massa atau personal hingga kini masih dalam perdebatan.
Salah satu konsep mutakhir yang ditawarkan untuk melihat internet sebagai media
komunikasi adalah konsep “computer mediated communications” ( CMC). Konsep CMC
yang ditawarkan oleh Jhon December (www.december.com) ini sebenarnya masih
bersifat “mentah” dan cenderung menerjemahkn konsep CMC dari alur logika teknis
jaringan internet. Apalagi konsep-konsep yang ditawarkan dalam CMC tidak melihat
komunikasi melalui internet adalah bersifat virtual (maya). Konsep CMC juga tidak
memberi penjelasan tentang level dan konteks komunikasi, unsur-unsur komunikasi yang
terlibat serta model yang berlaku dalam komunikasi menggunakan internet.
Di sisi lain teori-teori komunikasi yang sudah eksis yang bisa digunakan untuk
landasan pendekatan research internet hanyalah teori uses and gratifications yang
menitik beratkan pada media pasif dan komunikan aktif. Semenatra referensi
pendukungnya masih berada pada tataran grand theory dan bukannya middle range
theory.
Berangkat dari fenomena tersebut maka tulisan ini mencoba untuk menguak
konsep-konsep yang ada dalam komunikasi virtual melalui internet sebagai dasar untuk
menyusun suatu bangunan teori komunikasi bermedia internet.
Perbandingan internet dengan media klasik
Perbedaan internet dibanding media komunikasi klasik dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu penggunaannya oleh komunikator dan komunikan serta sisi karakteristik internet
sebagai media komunikasi. Perbedaan-perbedaan tersebut diuraikan di bawah ini :
A. Perbedaan internet dari media komunikasi klasik dalam penggunaannya oleh
komunikator dan komunikan
a. Pertama ; penggunaan internet sebagai medium untuk berkomunikasi
mennutut penggunanya memiliki pengetahuan cara menggunakan software
komputer secara umum dan software aplikasi internet secara khusus.
Disini berarti terdapat penggunaan dan pengembangan kognitif dari
pengguna internet. Semula penggunaan media komunikasi klasik oleh
pengguna bersifat pasif sedangkan penggunaan internet memaksakan
penggunanya memiliki kemampuan intelegensi dalam menggunakan
internet.
b. Kedua, komunikasi dalam internet memiliki konteks komunikasi massa
tetapi juga membentuk komunikasi personal dalam jumlah banya yaitu ;
bahwa pengguna internet dalam melakukan komunikasi berhadapan
dengan pengguna lain dalam jumlah banyak yang masing-masing berperan
sebagai komunikator dan komunikan.
c. Ketiga, sifat dan bentuk pesan-pesan yang disampaikan melalui semua
media komunikasi klasik, dimiliki oleh medium internet; artinya dalam
internet pengiriman pesan menggunakan berbagai bentuk seperti teks,
grafis, video dan suara.
d. Keempat, dalam komunikasi melalui internet dimungkinkan terjadinya
komunikasi antar berbagai personal yang rentang perbedaan baik secara
sosiologis maupun budaya sangat berbeda. Komunikator maupun
komunikan adalah person-person yang mungkin sekali berbeda bahasa,
budaya , ras, bangsa latar belakang sosial ekonomi, pendidikan dan
sebagainya.
B. Perbedaan karakteristik internet dibanding dengan media klasik dalam sistem dan
operasional sebagai alat maupun medium komunikasi adalah sebagi berikut :
a. Pertama, Perbedaan utama dan makro tersebut yaitu; internet adalah
media berbasis komputer yang semula berawal dari media “tools” untuk
menyimpan serta mengolah informasi data, setelah mengalami modifikasi
(dengan saluran telepon dan modem) digunakan sebagai media
(elektronik) komunikasi dalam bentuk jaringan (network) yang luas dan
meng-global.
b. Kedua, internet sebagai media komunikasi memiliki penawaran interaktif
yang dinamis terhadap penggunanya/user, jauh melebihi penawaran
interaktif pada media televisi dan radio (yang terbatas pada satu program
dan isi materi acara). Bahkan internet memberikan penawaran pencarian
informasi yang diinginkan melalui fasilitas query dan boelan dengan
menggunakan kata kunci (keywords).
c. Ketiga, media internet mampu menjadi pusat informasi dan sumber
informasi yang tidak terbatas dan pada suatu institusi tetapi juga
memberikan kesempatan pada setiap user/individu untuk menjadi
sumber/komunikator, oleh Rafaeli ini disebut (1999) sebagai switching.
d. Keempat, dampak yang ditimbulkan oleh media internet beberapa
diantaranya sama dengan media lain, namun dampak sangat jauh
berbeda, Don Tappscot (dikutip Djamaludin Ancok, 2000)
memprediksikan dampak dari media internet adalah pergeseran pola hidup
secara umum. Pola hidup manusia akan sangat tergantung kepada
komputer yang menggambarkan besarnya keterlibatan teknologi informasi
dalam hidup manusia. Dampak ini akan terus berlanjut hingga produkproduk
yang dikelola komputer menjadi produk yang cerdas ( smart
product ).
g. Keenam, dampak dari sudut sosial budaya dan ekonomi, diprediksi akan
membawa pada pengeluaran keuangan yang lebih untuk mendapatkan akses
dan kelebihan dari media internet, baik itu dimiliki sendiri atau
menggunakan jasa rental. Keasyikan tersendiri dalam menggunakan internet
menjadikan semacam kecanduan yang mau tidak mau membawa ke arah
pengeluaran keuangan yang lebih. Namun dampak dari segi budaya adalah
munculnya trend centre gaya hidup dengan penambahan pengetahuan dari
media internet. Kemudahan dan penggunaan praktis yang ditawarkan media
internet juga akan membawa masyarakat pada ketidakberdayaan terhadap
implikasi teknologi tersebut.
h. Ketujuh, perbedaan yang terakhir dari lateral sebagai media lebih
menonjolkan superior media internet sebagai media yang “beraneka rupa”
(mulfaceted ) dan yang berisi banyak perbedaan konfigurasi proses
komunikasi pada fasilitas-fasilitas yang dimiliki. Variasi bentuk komunikasi
yang berlangsung tercampur hubungan komunikasi interpersonal dan
komunikasi massa.
Komunikasi Bermedia Internet
Komunikasi menggunakan media internet secara teknis dan fisik merupakan
fenomena baru proses komunikasi yang dilakukan manusia pada akhir abad 20 dan telah
menjadi bagian integral dari masyarakat, pendidikan, industri dan pemerintahan.
Sedangkan secara akademis komunikasi bermedia internet merupakan konsep dan area
studi yang relatif masih dan baru belum banyak tersentuh.
Beberapa eksplorasi tentang media internet memberikan kontribusi pada
terminologi komunikasi bermedia internet atau computer mediated communication. Pixy
Ferris secara general medefinisikan komunikasi bermedia internet sebagai “interaksi
secara interpersonal yang dihubungkan oleh komputer, yang meliputi komunikasi
asynchronous dan synchronous melalui fasilitas dalam internet”
(www.december.com/cmc/mag/1997/jan/ferris/html:1). Sedangkan Jhon December
mendifinisikan sebagai “telekomunikasi dengan menggunakan komputer dalam bentuk
massa”. Sedangkan terminologis aplikatifnya, komunikasi bermedia internet adalah
“penggunaan komputer beserta fasilitas dan kemampuannya untuk didayagunakan
sebagai alat penyampai pesan baik bersifat massa ataupun pribadi”.
Definisi yang lebih lengkap, dikemukakan oleh Strangelove (1994) :
“The Internet is not about technology, it is not about information, it is not about
communication-people talking with each other, people exchange e-mail, people doing the
low ASCII dance. The Internet is mass participation in fully bidirectional, uncensored
mass communication. Communication is the basis, the foundation...The Internet is a
community of chronic communicators”
(www.december.com/cmc/mag/1998/may/chenault.html)
Secara rinci komunikasi bermedia internet dalam proses penggunaannya dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Aktivitas dan proses Komunikasi bermedia internet meliputi :
a. Menciptakan pengertian dengan menulis “surat” melalui E-mail, menuliskan
kata-kata pada waktu yang sama dalam komunitas Chatting, serta
menciptakan web sites melalui penciptaan file multimedia.
b. Menyebarkan pengertian melalui komunikasi point to point (E-mail), dan
komunikasi point to multi point (IRc, Web site).
c. Merasakan arti dalam teks dan multimedia pada web sites, e-mail dan IRC.
d. Berpartisipasi dalam forum untuk berkomunikasi yang merupakan awal
penjelajahan karakteristik komunitas seperti tujuan bersama, norma-norma
dan tradisi.
(Sumber : www.december.com/cmc/mag/1997/jan/decpro.html)
2. Level dan konteks komunikasi bermedia internet
Meskipun dalam aktivitas dan proses komunikasi bermedia internet adalah
pertukaran data melalui komputer namun tetap melibatkan manusia sebagai
pemberi konteks atau situasi pada aktivitas dan process komunikasi tersebut, yang
meliputi konteks individual, group, organisasi, massa dan sosial.
Pada level individual, pengguna menggunakan internet tools untuk
mencari dan menerima informasi dan berkomunikasi dengan pengguna lain.
Electronic mail adalah fasilitas yang paling banyak digunakan pada level ini.
Pada tingkatan di atasnya yaitu level group communications, Electronic
mail masih tetap digunakan dalam bentuk listserver atau mailng list serta
penggunaan IRc.
Tingkatan komunikasi massa adalah fasilitas broadcast on line yaitu Web
sites identik dengan komunikasi di level ini.
3. Prespektif lintas budaya
Karena karakteristik yang mampu melintas jarak dan batas benua, maka
dimungkinkan komunikasi bermedia internet akan memiliki fenomena terjadinya
pertukaran antar budaya. Dalam penggunaanya user internet akan menjadi
semakin bertambah partisipasinya dalam pertukaran budaya dan penghubung
pertukaran budaya itu sendiri.
Melakukan komunikasi menggunakan internet, beberapa literatur
membedakannya menjadi dua jenis komunikasi yaitu, asynchronous dan
synchronous communication serta on line broadcast communications.
Asynchronous communication adalah komunikasi melalui media internet
dengan pengirim dan penyampai pesan dalam berinteraksi tidak berada pada
kedudukan tempat dan waktu yang sama, namun pesan tetap sampai pada
tujuan/sasaran (penerima). Jenis komunikasi ini diwakili oleh fasilitas electronic
mail. Dalam melakukan komunikasi melalui e-mail antara pengirim pesan dengan
penerima pesan kemungkinan besar tidak berada pada tempat dan waktu yang
bersamaan. Pesan yang dikirim harus melalui suatu rute transmisi sebelum sampai
pada alamat penerima. Dengan demikian pesan tidak langsung sampai tapi
mengalami jeda waktu yang relatif singkat dengan ukuran maksimal dalam
ukuran jam.
Sedangkan synchronous communication adalah komunikasi melalui
internet dengan interaksi yang bersamaan waktunya. Jenis komunikasi bermedia
internet ini diwakili oleh fasilitas Internet Relay Chat. Komunikasi ini
menggunakan kata-kata sebagai pesan yang disampaikan dan diterima seketika
seolah-olah sebagai percakapan dan sama dengan komunikasi interpersonal.
On line broadcast communication merupakan istilah komunikasi yang
dilakukan melalui fasilitas web. Meskipun bentuknya berbeda dengan materi dan
fisik media broadcast klasik lainnya, namun web memiliki syarat untuk menjadi
media massa yaitu memiliki unsur universalitas dan periodisasi.
Perbedaan komunikasi bermedia internet dengan tipe komunikasi lainnya
adalah komunikasi on line bersifat tidak tetap dan sesaat serta fleksibel artinya
secara mudah dapat berinterkasi dengan user lain pada waktu tertentu, kemudian
pada lain waktu tidak pernah berhubungan lagi. Sedangkan tipe komunikasi selain
on line adalah memerlukan pertemuan dan kehadiran secara fisik, yang
memungkinkan terjadinya perjumpaan secara kontinyu atau berkelanjutan.
Karakteristik Media Internet
Karakteristik suatu media dalam studi komunikasi adalah segala hal yang
menyangkut ciri-ciri, kemampuan, kelebihan dan kekurangan dari suatu medium
komunikasi. Karakteristik suatu medium berfungsi sebagai sarana untuk mencocokan
atau membuat match antara pesan yang ingin disampaikan, dengan situasi dan kondisi
serta sasaran pesan. Karakteristik medium juga mengkategorikan jenis suatu medium
dalam aplikasi penggunaannya.
Berkaitan dengan karakteristik medium internet, maka awal pertama yang dapat
dilihat dari segi penggunaan medium tersebut adalah berbasis pada penggunaan komputer
sebagai hardware pokok, beserta software pendukung operasionalisasi internet dengan
menggunakan energi elektronik. Medium internet tidak mandiri begitu saja namun
terkoneksi dalam bentuk jarigan yang luas melalui berbagai peralatan, seperti satelit,
modem, wireles phone dan sebagainya. Karena jaringan yang luas tersebut maka
coverage medium internet tidak terbatas pada batasan geografis sehingga lintasan benua
dapat dicapai yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan interaksi antar budaya.
Jika hambatan geografis dapat dilampaui, maka hambatan waktu (timelesness)
oleh medium internet relatif lebih cepat kapasistas kemampuannya untuk menyampaikan
pesan yang berupa teknologi digital komputer dalam bentuk teks, grafis, audio ataupun
video. Semua bentuk pesan tersebut kecepatannya tergantung pada rute transmisi yang
harus dilalui, juga sangat bergantung pada needs atau kebutuhan penerima pesan untuk
melihat pesan-pesan tersebut. Pesan-pesan yang sampai pada alamat atau penerima yang
dituju, selalu disimpan dalam mail box untuk fasilitas e-mail, tersimpan dalam site-site
web untuk fasilitas WWW serta tersimpan dalam nul channel untuk fasilitas IRc.
Dalam memproses atau memproduksi pesan melalui medium internet pada
dasarnya adalah mudah dan murah (jika berbentuk teks, gambar dan suara) karena dalam
medium internet yang terintegrasi dengan software lain (program window) dalam
komputer, telah tersedia sarana pembuatan pesan untuk konsumsi medium internet.
Namun pembuatan pesan juga akan menjadi rumit dan mahal jika aplikasi software dalam
pembuatan pesan berbentuk audio-video atau citra bergerak, lebih-lebih jika pembuatan
pesan tersebut ditujukan bagi komoditas bisnis seperti E-commerce yang mau tidak mau
harus melewati provider bisnis internet.
Arus pesan dalam medium internet tidak bersifat linear atau one way saja namun
berbentuk interaktif pada semua fasilitas yang disediakan. Interaktif disini bersifat penuh
(fully interactive). Ini berarti bahwa semua pesan dalam medium internet mampu
membuat respon (feedback) seketika bagi penerima pesan (pengguna). Respon atau
feedback dalam bentuk pesan yang disampaikan oleh penerima pesan bentuknya tidak
sevariatif pesan yang diterima (teks, grafis, audio, atau gambar) namun hanya sebatas
teks atau audio saja.
Konsep-konsep dalam komunikasi bermedia internet
Terdapat tiga fasilitas dalam internet yaitu : e-mail, IRc dan web browser
komponen yang menjadi unsur komunikasi saling berbeda, meskipun dengan patern
mekanis yang hampir sama. Perbedaan yang ada disebabkan oleh bentuk proses
komunikasinya maupun sifat dan bentuk komunikasi yang terjadi.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini diuraikan unsur-unsur komunikasi dari ketiga
fasilitas internet tersebut.
A. Konsep-konsep komunikasi dalam e-mail
Secara term proses komunikasi bermedia internet, jenis komunikasi dalam e-mail
adalah berbentuk asynchronous communications (komunikasi asinkronis), artinya
pengirim pesan dan penerima pesan tidak berada pada tempat dan waktu yang bersamaan.
Dengan demikian proses komunikasinya mengalami jeda (paused) dalam penerimaan
serta dalam feedbacknya. Level interaktif dalam proses komunikasi melalui e-mail
termasuk rendah, ini bermakna bahwa meskipun pesan dalam feedback-nya langsung
dikirimkan oleh penerima pesan namun pesannya tidak langsung diterima (ada jeda) oleh
pengirim pesan, pun dalam penyampaian feedback-nya juga terdapat faktor-faktor di luar
proses secara mekanis, seperti urgensi pesan, motivasi dan “needs” untuk membalas
pesan.
Dalam e-mail tidak ada sumber pesan, dalam pengertian bahwa pesan dalam email
merupakan peng-ejawantahan needs motif interaksi dan korespondensif dari
pengirim pesan yaitu : “sender”. Artinya aktifitas proses komunikasi dalam fasilitas email
didahului atau didorong oleh motivasi dan kebutuhan untuk mengekspresikan dan
meng-eksistensikan diri melalui pengiriman dan penerimaan pesan untuk berinterkasi.
Bentuk e-mail sendiri terdiri atas dua jenis e-mail yang didasarkan pada keperluan atau
kepentingan interaksi yang diinginkan, yaitu e-mail person to person (poin to point)
merupakan e-mail dari satu orang ke satu orang lainnya, serta e-mail dalam bentuk
kelompok (point to multi point) merupakan e-mail dari satu orang ke sekelompok orang
dan sebaliknya. Jenis yang kedua ini disebut juga sebagai e-mail groups (e-groups )atau
mailing list.
Penerima pesan dalam komunikasi melalui e-mail adalah “recipient” Recipient
tidak langsung dapat menerima pesan yang dikirim kepadanya bila tidak dalam kondisi
on line. Pesan yang dikirim kepada recipient akan melalui rute dan membutuhkan waktu
dalam hitungan detik hingga jam. Bila tidak berada pada waktu yang tepat ( on line )
maka pesan tidak langsung diterima. Feedback dari penerima pesan akan terjadi bila
terdapat motivasi dari penerima pesan untuk melakukan pengiriman pesan balik ( reply ).
Bila ini terjadi maka penerima pesan akan berubah peran (switching role) menjadi sender
dan pengirim pesan berubah peran menjadi recipient.
Pada proses komunikasi menggunakan fasilitas e-mail, umumnya pengirim dan
penerima pesan sudah saling mengenal, kalaupun tidak saling mengenal setidaknya
pengirim pesan memiliki kepentingan tertentu terhadap penerima pesan. Kondisi ini
menyebabkan proses komunikasi antara pengirim dan penerima pesan melalui e-mail
cenderung bersifat terbuka dan tidak tertutup.
Berkaitan dengan pesan yang dikirimkan, karena berbentuk surat, maka alur
bahasa yang digunakan bersifat formal dan berbatas pada penggunaan kata-kata dalam
huruf-huruf. Karena menggunakan kata dalam huruf atau teks maka pemahaman terhadap
penerimaan pesan tergantung pada “ keterbacaan” (pengertian tulisan dalam satu
wacana), dan “diksi” (pilihan kata). Singkatnya dalam efektivitas penyampaian pesan
antara sender dan recipient akan tergantug pada prinsip-prinsip semantik.
Isi pesan dalam e-mail cenderung tidak memiliki makna yang penting (urgent),
tertapi terbatas pada penyampaian informasi untuk keperluan interaksi informatif dan
korepondensif. Isi pesan yang bersifat seperti itu adalah sebagai konsekuensi dari sifat
asynchronous communications yang dimiliki fasilitas e-mail sehingga umumnya sender
tidak mau mengambil resiko terhadap ketidaktepatan (waktu) “sampainya” atau
diterimanya pesan oleh penerima pesan.
Ketidaktepatan waktu sampainya pesan adalah juga merupakan bagian dari
hambatan dalam proses komunikasi menggunakan e-mail. Hambatan pokok secara umum
adalah hambatan mekanis internet yang berupa disconnect atau server down. Server down
atau disconnect merupakan tidak tersambungnya atau tidak terkoneksinya komputer
sebagai medium dengan jaringan internet yang tidak memungkinkan penggunaan atau
akses fasilitas e-mail. sedangkan hambatan lain dapat disebabkan adanya kesalahan
persepsi dan pemberian makna pada pesan yang diterima karena tidak terdapatnya
petunjuk para linguistik ataupun petunjuk prosemik ( tinjauan psikologis ). Dari
pandangan ilmu komunikasi hambatan yang terjadi akan berorientasi pada konteks verbal
atau pemahaman bahasa antara satu orang dengan orang lainnya, kemudian orientasi
penggunaan kata sebagai simbol atau peta mental terhadap kata yang berbeda beda pada
diri setiap orang meskipun memiliki kesamaan semantik. Orientasi hambatan yang ketiga
adalah terletak pada tingkat abstraksi atau daya abstraksi (penyesuaian kata dengan
melihat situasi. kondisi dan etika) terhadap satu wacana dalam penggunaannya.
B. Konsep-konsep komunikasi dalam fasilitas Internet Relay Chat.
Komunikasi melalui fasilitas IRc membutuhkan syarat antara pengirim pesan dan
penerima pesan masing-masing berada pada kondisi on line, sehingga jenis Komunikasi
melalui IRc adalah bersifat synchronous communications (komunikasi sinkronis) yaitu
antara pengirim dan penerima pesan berada pada waktu yang sama dalam aktivitas
komunikasinya. Dengan kondisi seperti itu komunikasi menggunakan fasilitas IRc
memungkinkan terjadinya proses komunikasi interaktif yang tinggi (reciprocal) sehingga
antara pengirim dan penerima pesan akan saling bertukar peran ( switching role ) secara
bergantian. Meskipun bersifat synchronous communications dan memiliki kemiripan
dengan komunikasi interpersonal, namun umumnya komunikasi dengan IRc terjadi dalam
satu kelompok pengguna dalam suatu channel. Komunikasi yang terjadi dapat bersifat
person dengan person atau person dengan beberapa person atau juga person dengan
kelompok dalam channel tersebut. Dengan demikian, komunikasi melalui fasilitas IRc
dapat juga dikategorikan pula sebagai komunikasi kelompok.
Pengirim pesan dalam komunikasi IRc adalah “communicator” (komunikator)
sedangkan penerima pesannya adalah “receptor” (reseptor) atau “communicant”
(komunikan). Komunikator dan komunikan diidentifikasi sebagai person - person yang
membutuhkan dan memiliki motif – motif untuk berinteraksi dan bersosialisasi. Motif -
motif yang dimiliki komunikator dan komunikan memiliki kesamaan dengan motif -
motif sender dalam e-mail tetapi berbeda dalam sifatnya.
Alih peran (switching role) yang reciprocical dalam komunikasi melalui IRc
menyebabkan penentuan siapa komunikator dan komunikan relatif sulit dilakukan.
Identifikasi termudah dapat dilihat dari person yang baru memasuki suatu channel,
person tersebut dipastikan sebagai komunikator karena pengenalan diri (memberi salam /
ijin masuk dalam pembicaraan dalam channel bersangkutan) yang dilakukan pada waktu
memasuki channel tersebut. Feedback dalam bentuk response (respon) dari komunikan
yang diterima oleh komunikator dalam bentuk sapaan, jawaban atau kata - kata pergaulan
lainnya merupakan pesan feedback yang menjadikannya beralih fungsi menjadi
komunikan atau reseptor.
Komunikator dalam fasilitas IRc dapat mengirimkan pesan yang berlainan kepada
komunikan lain, yang mungkin saling berbeda tempatnya atau berbeda channelnya dalam
waktu yang hampir bersamaan. Sehingga komunikator dalam komunikasi melalui IRc
juga menjadi komunikan dari berbagai lawan bicara yang saling berlainan tempat dan
channel-nya.
Hubungan antara komunikator dan komunikan dalam komunikasi melalui fasilitas
IRc umumnya merupakan person - person yang belum saling mengenal (unknown
person). Orientasi yang berada pada unknown person dan tingkat kepercayaan yang
rendah ini sering mengakibatkan putusnya kontinyuitas proses komunikasi dalam
interkasi melalui IRc. Kondisi ini juga mempengaruhi keterbukaan dalam proses
komunikasi yang cenderung lebih tertutup, sehingga berpengaruh pada isi pesan yang
disampaikan / dikirimkan. Walaupun cenderung tertutup sifat komunikasinya namun
tidak mempengaruhi intimacy atau keakraban pada masing - masing peserta komunikasi
yang menggunakan bahasa dan etika pergaulan untuk bersosialisi. Pengolahan kata yang
menarik dalam “keterbacaan” dan “diksi” serta orientasi pada minat yang sama akan
semakin meningkatkan intimacy para peserta komunikasi. Begitu pula penyesuaian
persepsi terhadap pesan yang dikirim dan diterima turut mempengaruhi derajat intimacy
para peserta komunikasi melalui IRc. Kesepakatan untuk tetap melanjutkan komunikasi
antara pengirim dan penerima pesan dalam lain kesempatan dan channel tertentu
merupakan suatu tahap kelanjutan dalam berkomunikasi melalui IRc serta sebagai
peneguhan interaksi.
Pada komunikasi melalui IRc pesan-pesan yang disampaikan sekalipun cenderung
bersifat personal namun privacy yang dimiliki oleh peserta komunikasi tidak ada sama
sekali, mengingat semua person yang on line pada suatu channel IRc dapat mengetahui
setiap pesan yang dikirim dan diterima serta siapa saja person yang menjadi peserta
komunikasi.
Kontinyuitas dalam komunikasi melalui IRc juga dipengaruhi oleh motivasi,
keingintahuan (curiosity) serta suasana emosional masing-masing person yang terlibat
dalam komunikasi. Dengan suasana emosional dan suasana virtual communications
menjadikan komunikasi melalui IRc menisbikan konflik yang mungkin terjadi antara
person peserta komunikasi. Interaksi tetap berada pada motif-motif interaksional dan
pergaulan.
Bentuk pesan dalam komunikasi melalui IRc adalah berbentuk kata-kata dalam
huruf atau tulisan (teks). Makna yang terkandung di dalamnya baik yang bersifat konotasi
ataupun denotasi tergantung pada persepsi, keterbacaan dan diksi si penerima pesan /
komunikan. Ini juga berarti menjadikan suatu hambatan dalam komunikasi antara
pengirim dan penerima pesan. Artinya meskipun dengan penguasaan semantik yang sama
antara pengirim dan penerima pesan, makna kata-kata atau tulisan dalam layar IRc bisa
dipersepsikan berbeda ( tidak selalu dimengerti oleh penerima pesan ). Ini disebabkan
karena tidak adanya petunjuk paralinguistik dan prosemik dalam ekspresi kata-kata dalam
huruf tersebut.
Hambatan (noise ) yang kedua terdapat pada bahasa yang digunakan jika channel
yang dimasuki oleh person pengguna adalah channel dari domain wilayah luar negeri.
Bahasa, pengetahuan semantik, budaya, etika dan sebagainya menjadi kendala dalam
melakukan interaksi melalui IRc.
Hambatan ketiga, sama dengan fasilitas dalam e-mail yaitu hambatan teknis
berupa disconnect ataupun server down, yang tidak memungkinkan komputer yang
digunakan terkoneksi dalam jaringan internet.
Hambatan keempat, karena tidak didukung oleh suatu kontak fisik dan sifat maya
dalam komunikasinya maka keterbukaan dalam komunikasi tidak berada pada derajat
yang tinggi dan ini memungkinkan komunikasi menjadi tertutup tanpa ada kejelasan
untuk mengenal pribadi masing-masing person pengguna.
Feedback dalam komunikasi melalui IRc adalah sebagai tanggapan dalam awal
komunikasi, dan kelanjutan komunikasi dengan reciprocical feedback (umpan balik yang
berulang-ulang dan bertimbal balik) akan membawa pada peneguhan terhadap
komunikasi yang dilakukan. Feedback di sini merupakan “direct feed back
synchronous”.
C. Unsur Komunikasi Dalam Fasilitas Web Browser.
Fasilitas web browser pada dasarnya merupakan tempat atau sarana untuk
menyampaikan atau tempat pajanan berbagai informasi ( eksposure ) oleh suatu institusi
ataupun perseorangan. Web adalah tempat memajang informasi secara on line dan
bersifat virtua ( maya ) yang memiliki kaitan ( link ) informasi tidak terbatas ( berujung ).
Informasi dalam web secara umum dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu
informasi yang bersifat umum ( berita on line, info pelayanan umum dan sebagainya ),
kemudian informasi khusus (web dengan isi informasi tentang suatu lembaga, atau
informasi dalam berbagai kategori ) sedang yang terakhir adalah informasi komersial.
Sedangkan jenis web sendiri dibagi menjadi dua jenis yaitu official web (web resmi ;
biasanya web milik lembaga yang sah dan memiliki otoritas terhadap web bersangkutan)
dan jenis kedua adalah unofficial web (web tidak resmi ; dimiliki dan dikelola secara
personal).
Apapun jenis informasi dan jenis web-nya, yang jelas informasi dalam web
diperuntukkan kepada khalayak umum ( bersifat universal ) dan selalu diperbaharui (up
grade) dalam setiap periode ( periodisitas ). Dengan karakter-karakter seperti itu maka
web dapat dikategorikan sebagai medium massa. Eksposure informasi yang
dipampangkan dalam internet tidak berbeda jauh dengan eksposure-eksposure media
massa klasik lainnya. Karena dalam medium web browser juga memiliki unsur
elektronika di dalam pengoperasiannya maka web juga masuk dalam kategori media
massa elektronis broadcast.
Lembaga maupun person yang menggunakan web sebagai media informasi adalah
“informations / mesage source” (sumber informasi dan pesan) dan bukanya komunikator.
Umumnya komunikator dalam web adalah “web master” , provider internet dan web
hosting (penyedia jasa penempatan web di Indonesia) sebagai pelaku penyiaran secara on
line informasi yang disampaikan. Design bentuk web juga bergantung pada web master,
provider ataupun web hosting penyelenggara. Sedangkan design mandiri dilakukan oleh
person perseorangan, apabila web tersebut merupakan web individu atau personal.
Meskipun komunikator dalam web adalah web master, provider ataupun web hosting
penyelenggara layanan internet, namun umpan balik (feedback) tetap ditujukan atau
dialamatkan kepada source dalam hal ini lembaga ataupun individu yang bersangkutan,
melalui fasilitas e-mail. Dengan demikian feedback yang disampaikan kepada
“informations / message source” adalah direct feedback yang bersifat asynchronous
communications. Secara singkat umpan balik dalam web adalah direct feedback
asynchronous. Balasan terhadap feedback yang diterima informations / message source
juga berupa pesan (message reply feedback) melalui e-mail dengan proses yang sama
secara asynchronous communications namun bersifat delayed.
Pesan dalam komunikasi melalui web seperti telah disebutkan di muka berisi
informasi umum, khusus dan komersial.. Informasi secara umum diwakili oleh berbagai
web berita, pelayanan umum ataupun highlight dari suatu home page. Isi informasi atau
pesan umum dalam web hanya menampilkan informasi secara garis besar ataupun hal-hal
yang pokok / penting saja, tidak secara detail. Design web yang berisi informasi umum
tampilannyan sederhana tanpa eksploatasi atensi yang berlebihan. Kekuatan web kategori
ini justru terletak isi informasinya yang dijadikan highlight. Kekuatan kedua dari web
jenis ini adalah aktualisasi atau perubahan tampilan isi web yang selalu di up grade dalam
waktu relatif singkat.
Untuk web dengan jenis informasi khusus seperti web milik suatu lembagalembaga
pemerintah atau non pemerintah ataupun berbagai web institusi serta web
personal. Isi pesan yang disampaikan umumnya menyampaikan profil dari lembaga yang
bersangkutan ataupun thema tertentu dari person yang memiliki web. Isi pesan
informasinya umumnya lengkap dan detail serta memiliki penawaran interaktif melalui
umpan balik melalui e-mail.
Thema-thema pesan dalam web jenis informasi khusus juga memiliki fungsi
sebagai penyampaian informasi berbagai pengetahuan yang bersifat edukatif seperti
jurnal-jurnal on line ataupun perpustakaan on line. Untuk web yang mewakili lembaga,
isi informasinya juga ditujukan sebagai sarana pesan public relations yang berusaha
menampilkan citra positif melalui media on line. Sedangkan web personal isi pesan yang
disampaikan berisi informasi tentang suatu topik interest tertentu beserta kaitankaitannya.
Design web jenis informasi khusus umumnya memiliki tampilan menarik dan
penuh dengan berbagai asscesories untuk menarik atensi pengguna internet.
Web dengan jenis informasi komersial, dikenal sebagai e-commerce yaitu web
yang digunakan sebagai sarana transaksi bisnis ataupun ajang interaksi bisnis secara on
line. Pesan-pesan dalam web jenis ini tidak jauh berbeda dengan bentuk-bentuk pesan
dalam iklan media cetak maupun iklan di media elektronik. Umumnya design web
memiliki icon-icon highlight untuk menarik atensi pengguna internet. Web informasi
komersial tampilan pesannya memang dalam web sites mandiri namun icon-icon link
hightlightnya ( kaitan-kaitan ) terdapat atau ditumpangkan di dalam web-web lainnya
khususnya dalam home page web-web bersangkutan. Karena bersifat komersial maka
web ini juga menawarkan transaksi bisnis secara on line interaktif. Khusus web informasi
komersial dengan penawaran transaksi on line, feedback yang terjadi adalah permintaan
barang secara riil dan pengiriman financial dengan penggunaan kartu kredit. Balasan
feedback yang diberikan kepada komunikan adalah pesan pemberitahuan atau konfirmasi
dan transaksi riil dengan pemberian barang yang diminta atau dipesan.
Komunikan dalam komunikasi melalui web adalah identik dengan komunikan
media massa klasik lainnya, yaitu : bersifat heterogen, tersebar diberbagai tempat, tidak
dikenali dan bersifat massal. Perbedaan dalam kuantitas merupakan perbedaan yang
mendasar, ini disebabkan karena komunikan dalam komunikasi web melintas antar benua
atau tak terbatas jarak. Namun perbedaan yang paling pokok adalah ; komunikan dalam
media massa klasik cenderung bersifat pasif menerima apa adanya informasi yang
diterpakan kepadanya dengan pilihan informasi yang terbatas, sedangkan komunikan
dalam web adalah komunikan yang aktif melakukan pencarian secara mandiri atau
melalui pilihan yang tersedia terhadap informasi yang diinginkan dan dibutuhkan tanpa
adanya keterbatasan informasi. Sehingga komunikan dalam komunikasi melalui web
lebih tepat disebut sebagai “active communicant” (komunikan aktif).
Komunikan aktif dalam komunikasi web adalah interest person. Interest person
yang dimaksud disini adalah umumnya komunikan menggunakan web untuk mencari
informasi yang dibutuhkan atau diminati melalui penawaran interaktif serta multiple
select informasi yang ditawarkan dalam web browsing. Komunikan aktif tidak saja
sekedar menerima terpaan informasi tetapi komunikan langsung dapat memilih informasi
yang diinginkan, serta mencari link-link atau kaitan-kaitan informasi di dalamnya. Dalam
web komunikan aktif memang dimanjakan dengan berbagai informasi dari segala jenis
human interest.
Interaktif antara web dengan komunikannya terdiri atas dua jenis yaitu interaktif
feedback dan interaktif request. Interaktif feedback adalah kesempatan bagi komunikan
untuk melakukan umpan balik melalui e-mail, berpartisipasi melalui icon regristration,
isian buku tamu, memasukkan opini dan polling secara langsung.
Sedangkan interaktif request adalah kesempatan komunikan aktif / interest person
untuk melakukan permintaan pencarian secara bebas terhadap informasi yang
diinginkan/dicari melalui fasilitas search engine (mesin pencari). Melalui cara ini pula
komunikan akan dapat memilih multiple select result hasil pencarian search engine.
Seperti halnya e-mail dan IRc yang mengikuti pola client server ataupun sistem
TCP/IP, maka dalam komunikasi melalui web akan terdapat pengalihan sandi-sandi pesan
menjadi simbol-simbol dan sebaliknya. Simbol pesan yang digunakan dalam web adalah
teks, grafis, citra bergerak dan suara dalam format hyper text markup language.
Sementara untuk bisa dikirimkan dan diterima oleh penerima pesan/khalayak harus
melalui pengubahan menjadi data grams yang nantinya didistribusikan ke dalam jaringan
oleh TCP/IP. Data grams yang berada dalam network internet sebelum sampai ke
penerima pesan/komunikan, akan berubah dulu menjadi bentuk HTML agar bisa diterima
dan dipersepsi oleh komunikan. Singkatnya dalam proses komunikasi melalui web
terdapat proses decoder dan encoder yang dilakukan oleh encoder dan decoder transfer
agent.
Hambatan utama yang terdapat dalam komunikasi melalui web, juga sama dengan
komunikasi melalui e-mail dan IRc yaitu hambatan mekanis server down, disconnect,
dan connection failed; tidak terjadinya koneksi antara komputer user (pengguna) dengan
jaringan internet. Hambatan lain adalah hambatan bahasa dari web domain luar negeri
yang lebih banyak eksposurenya dibanding web domain dalam negeri. Hambatan bahasa
teknik juga terdapat dalam komuniksai web, artinya ketidaktahuan user untuk
mengeksplorasi suatu web melalui icon-icon yang terdapat dalam web.
Hambatan lainnya adalah tidak “match”/cocoknya permintaan user melalui
fasilitas query, akibat ketidaktepatan penulisan keywords atau kata kunci. Selain
hambatan tersebut adalah keterbatasan informasi yang rigid dalam web yang diinginkan
oleh user pengguna sehingga tidak memberikan kepuasan pada pengguna / user.
Daftar Pustaka
Ancok, Djamaludin, 2000, Dampak Teknologi Internet Pada kehidupan Manusia dan
Pengelolaan Institusi Pendidikan, makalah pada peringatan Lustrum
ke tujuh Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 15
januari 2000
Arifin, Anwar, 1988, Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas, Rajawali Press,
Jakarta
Blake, Reed H, 1979, A Taxonomy of Concepts in Communication, Hasting House
Publisher, New York
Cangara, Hafied, 1998, Pengantar Ilmu Komunikasi, Rajawali Press, Jakarta
De Fleur, Melvin L, Patricia Kearney etc, 1992, Fundamental of Human Communicatons,
Mayfield Publishing Company, CA, USA
De Fleur, Melvin L, Sandra Ball Rokeach, 1980, Theories of Mass Communicatons,
Longman Inc, New York
Dizard, Wilson, Old Media New Media, 1994, Longman Inc, New York
Infante, Dominic A, 1990, Building Communication Theory, Waveland Press, Illinois
Mc Quail Denis, 1987, Teori Komunikasi massa, Penerbit Erlangga, Jakarta
Mulyana, Deddy, 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Rosda Karya, Bandung
Nasution, Zulkarmain, 1989, Teknologi Komunikasi Dalam Prespektif Latar Belakang
dan Perkembangannya, Lembaga Peneribitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta
Naisbitt, Jhon, 1994, Global Paradox, Binarupa Aksara, Jakarta
Rogers, Everett M, 1996, Communications Technologie, The Free Press Collier Mc
Millan Publishing, London
Severin, Werner J and James W Tankard, 1979, Communication Theories, Hasting
House Publisher, New york
Singarimbun, Masri, Sofian Effendi, 1998, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta
Soenardjo, Djoenaesih S, 1995, Kamus Ilmu Komunikasi, Liberty, Yogyakarta
Sosiawan, Edwi Arief, 2001, Kajian Internet Sebagai Media Komunikasi, Tesis, PPS
UNPAD, Bandung
Suhandang, Kustadi, 1980, Jurnalistik Publik dan Media, Sinar Baru, Bandung
Suryadi MT, 1997, TCP/IP dan Internet, Elex Media Computindo, Jakarta
Strautbhaar, Joseph, Robert Larose, 1997, Communication in the Informations Society,
Wadsworth Publishing, California, USA
Stamm, Keith R, Jhon E Bowes, 1990, The Mass Communications Process, Kendall Hunt
Publishing. Iowa
Tan, Alexis S, 1981, Mass Communications Theories and Research, Grid Publishing,
Ohio
Computer Mediated Communication Magazine / Volume 2, Number 3 / March 1, 1995 /
Page 2 tanggal 19 Oktober 1999
0 komentar:
Posting Komentar