Berbicara tentang jodoh, ada yang berpendapat kalau jodoh itu takdir, tetapi ada pula yang bilang kalau jodoh merupakan pilihan. Takdir adalah sesuatu yang telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Kita tidak bisa memilih siapa yang menjadi orangtua kita, lahir pada keluarga mana, sebagai perempuan atau pria.
Dear Mas Dad dan KoKiers,Ada orang yang bertemu dengan belahan jiwa dan jodohnya pada usia belia, ketika masih mengenakan seragam sekolah atau bertemu saat kuliah. Ada orang yang, kalau dilihat dari usia, kehidupan ekonomi dan pekerjaan sudah mapan, sudah waktunya mengakhiri masa lajang, tetapi masih belum bertemu jodoh.
Bicara mengenai jodoh dan cinta. Ketika ada seorang yang mencintai kita, kita bisa jadi tidak mencintainya atau bertepuk sebelah tangan. Tidak mungkin kita memaksa karena cinta tidak dapat dipaksakan. Apakah jodoh merupakan pilihan? Seorang bisa memilih untuk menerima atau menolak cinta seorang, dan kepada siapa cinta akan diberikan.
Ada seorang teman yang bekerja di kantorku selama tiga bulan. Dia bertemu jodoh di kantor. Padahal, ada teman lain yang sudah bekerja bertahun-tahun di kantor yang sama, tetapi tidak atau belum bertemu jodohnya di sana.
Setiap orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, baik pendidikan, kualitas hidup, masa depan hingga calon pasangan hidup anaknya kelak. Biasanya, orangtua memperhatikan tiga unsur, bibit, bobot dan bebet, untuk calon pasangan hidup anaknya.
Menurut cerita ibuku, hari pernikahan pamanku semakin dekat. Dalam hitungan beberapa pekan, paman akan melepaskan status lajang. Kartu undangan telah dicetak dan siap dibagikan. Acara lamaran dan pertunangan sudah dilaksanakan. Ada seorang kerabat jauh yang memberitahu kepada nenekku, kalau calon pengantin perempuan menderita suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan kelak penyakit ini dapat menurun kepada anak-anaknya.
Atas nama cinta dan sayang kepada calon istrinya, pamanku berusaha untuk tetap melangsungkan pernikahan, meskipun diketahui calon istrinya menderita penyakit dan keluarga besarnya tidak setuju. Pamanku adalah anak sulung dan anak kesayangan nenek.
Pernikahan tanpa doa restu kedua orangtua, konon tidak akan langgeng. Entah desakan dan penolakan keluarga yang sangat kuat atau ada pertimbangan dan alasan lainnya, akhirnya pernikahan batal. Pamanku berjanji untuk tidak akan menikah untuk selamanya. Beberapa tahun setelah batalnya pernikahan ini, calon istri pamanku dikabarkan menghembuskan nafas terakhir di sebuah rumah sakit, setelah dirawat selama sepekan.
Setelah calon istrinya berpulang ke rumah Tuhan, pamanku baru mulai membuka pintu hati untuk perempuan lain, yang kini menjadi ibu dari kakak sepupuku. Berdasarkan pengalaman di masa lalu, pamanku sangat demokratis terhadap anak-anaknya, terutama menyangkut pasangan hidup anaknya.
Kakak sepupuku bebas memilih siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya. Pamanku tidak ikut campur atas pasangan hidup yang menjadi pilihan anak-anaknya. Pilihan mereka dianggap yang terbaik dan cocok dengan anaknya. Karena mereka yang akan menikah dengan pilihannya, bukan orangtua.
Ada seorang temanku. Dia berpacaran dengan adik kelasnya sejak duduk di bangku SMU. Mereka melangsungkan pernikahan ketika keduanya lulus kuliah. Sejak kelahiran anak laki-lakinya, hubungan rumah tangganya, menurut temanku, kurang harmonis. Sering terjadi pertengkaran, entah karena pernikahan dini dan mereka belum siap untuk menikah atau ada alasan yang lainnya.
Sekitar satu tahun yang lalu, akhirnya keduanya memutuskan untuk bercerai. Anaknya diasuh oleh nenek dari pihak istri. Semasa SMU, keduanya dikenal sebagai pasangannya serasi dan romantis. Si cowok ganteng dan pintar, sedangkan si cewek cantik dan lembut. Mereka selalu terlihat berdua, kemana pun mereka pergi. Aku tidak menanyakan lebih lanjut alasan mereka bercerai. Biarlah menjadi rahasia mereka berdua.
Sebagai teman dan sahabat semasa SMU, aku sedih dan prihatin ketika mendengar kabar pernikahan mereka harus berakhir. Terlebih, usia anaknya yang masih sangat muda dan membutuhkan kasih sayang serta bimbingan orangtua. Sekarang, sang anak harus diasuh oleh neneknya. Anak selalu akan menjadi korban psikologis akibat perceraian orangtua.
Menurut temanku, kandasnya pernikahan yang berakhir dengan perceraian adalah takdir yang harus dijalani. Apakah perceraian itu takdir? Menurutku, perceraian bukanlah takdir. Tetapi suatu pilihan dan keputusan yang harus diambil, ketika mereka sudah tidak dapat bersatu lagi dalam ikatan pernikahan, entah apa yang menjadi alasannya.
Hingga saat ini, aku masih belum menemukan jawaban, apakah jodoh itu takdir atau pilihan? Setiap manusia diciptakan berpasangan, perempuan diciptakan dari tulang rusuk pria. Ada yang mengatakan sejak kita dilahirkan, jodoh kita sudah ditentukan. Apakah dengan berdiam diri di rumah, jodoh akan datang dengan sendirinya?
Terlepas jodoh itu takdir atau pilihan, cinta adalah sebuah anugrah. Kehadirannya bisa datang secara tiba-tiba, tanpa kita sadari. Cinta dapat membuat seorang yang biasa menjadi luar biasa. Setiap manusia diciptakan berpasangan, ketika kita menemukan seorang yang cocok dan ada perasaan khusus, dia adalah belahan hati. Jodoh kita yang ditunggu selama ini. Segalanya indah pada waktunya.
Regards,
Ariana
0 komentar:
Posting Komentar